Sabtu, 10 Desember 2016

Bagaimana Metode Pembelajaran Anak Tuna Rungu?



  Metode pengajaran yang umumnya digunakan oleh guru kepada anak tunarungu, yaitu (Kurnaeni : 2011):
1.      Belajar Melalui Membaca Ujaran (Speechreading).
Belajar melalui membaca ujaran adalah belajar dimana anak dapat memahami pembicaraan orang lain dengan “membaca” ujarannya melalui gerakan bibirnya. Akan tetapi, hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir. Di antara 50% lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa. Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila ditopang oleh pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat membuat dugaan yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang “tersembunyi” itu. Jadi, orang tunarungu yang bahasanya normal biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik daripada tunarungu prabahasa, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara ini. Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi membaca ujaran (speechreading).


2.      Belajar Melalui Pendengaran.
Belajar melalui pendengaran dimana individu tunarungu dari semua tingkat ketunarunguan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu dengar yang telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan sensorineural dengan tingkat yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear implant adalah prostesis alat pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen eksternal (mikropon dan speech processor) yang dipakai oleh pengguna, dan komponen internal (rangkaian elektroda yang melalui pembedahan dimasukkan ke dalam cochlea (ujung organ pendengaran) di telinga bagian dalam. Komponen eksternal dan internal tersebut dihubungkan secara elektrik. Prostesis cochlear implant dirancang untuk menciptakan rangsangan pendengaran dengan langsung memberikan stimulasi elektrik pada syaraf pendengaran.
Akan tetapi, meskipun dalam lingkungan auditer terbaik, jumlah bunyi ujaran yang dapat dikenali secara cukup baik oleh orang dengan klasifikasi ketunarunguan berat untuk memungkinkannya memperoleh gambaran yang lengkap tentang struktur sintaksis dan fonologi bahasa itu terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa penyandang ketunarunguan yang berat sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari bunyi yang diamplifikasi dengan alat bantu dengar. Yang menjadi masalah besar dalam hal ini adalah bahwa individu tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi ujaran dalam kondisi optimal. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu tunarungu tidak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar yang dipergunakannya. Di samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar alat bantu dengar yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak berfungsi dengan baik akibat kehabisan baterai dan earmould yang tidak cocok.

3.      Belajar secara Manual.
Secara alami, individu tunarungu cenderung mengembangkan cara komunikasi manual atau bahasa isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai negara telah mengembangkan bahasa isyarat yang dibakukan secara nasional. Komunikasi manual dengan bahasa isyarat yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Kerugian penggunaan bahasa isyarat ini adalah bahwa para penggunanya cenderung membentuk masyarakat yang eksklusif.

Komponen bahasa isyarat meliputi:
a.       Abjad jari (finger spelling), adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan untuk menggambarkan abjad atau untuk mengeja huruf dan angka.
b.      Ungkapan badaniah/bahasa tubuh, meliputi keseluruhan ekspresi tubuh, seperti sikap tubuh, ekspresi muka ( mimik ), pantomimik, dan gesti atau gerakan yang dilakukan seseorang secara wajar dan alami.
c.       Bahasa isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata, yang disepakati oleh kelompok atau daerah tertentu. Secara garis besar, bahasa isyarat asli dibedakan menjadi 2, yaitu:
1)      Bahasa isyarat alamiah.
2)      Bahasa isyarat konseptual
d.      Bahasa isyarat formal, yaitu bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya menggunakan kosakata isyarat dengan struktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan.
Keempat metode pengajaran di atas dapat digabungkan dengan metode pembelajaran yang sama dengan sekolah umum, contohnya metode tanya jawab, demonstrasi, dan sebagainya.
Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi tidaklah mudah. Sebelum menempatkan anak tunarungu di kelas inklusi, sebaiknya persyaratan dibawah ini dapat dipenuhi, yaitu:
a.       Anak tunarungu harus memiliki bahasa yang cukup.
Artinya sebelum anak tunarungu dimasukan dalam kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki bahasa yang dapat menjembatani pembelajaran yang dilakukan dikelas inklusi dan mampu berkomunikasi dengan baik. Hal ini sangat diperlukan agar anak tunarungu mampu mengikuti pembelajaran dengan anak regular lainnya tanpa harus menjadi penonton di dalam kelas. Tanpa bahasa yang cukup anak tunarungu hanya sebagai hiasan di kelas inklusi tanpa bisa mencerna dan memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru.
b.      Sekolah yang di dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus memiliki guru pendamping yang berlatarbelakang PLB, lebih baik lagi jika guru pendamping tersebut berlatarbelakang dari sekolah luar biasa dengan bidang kajian yang sama dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas inklusi.
c.       Guru regular hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu serta sedapat mungkin mampu berempati terhadap anak tunarungu agar pembelajaran yang diberikan dapat dipahami dengan mudah.
d.      Guru regular mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu seperti prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip intersubyektivitas dan prinsip kekonkritan.
e.       Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus.
f.       Sarana dan prasarana yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus.

B.     Layanan Bimbingan Bagi Anak Tunarungu
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi layanan:
1.      Layanan umum.
Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak mendengar atau normal yang meliputi layanan akademik, latihan dan bimbingan. Layanan akademik bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan layanan akademik bagi anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran yang biasa diberikan di SD biasa, tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan ciri khas layanan bagi anak tuna rungu. Layanan bimbingn trutama diperlukan dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek psikologisnya, serta pengembangan sosialisai siswa.

2.      Layanan khusus
Layanan khusus merupakan layanan yang khusus diberikan kepada anak tunarungu dalam mengurangi  dampak ketunarunguannya atau melatih kemampuan yang masih ada, yang meliputi layanan bina bicara serta layanan bina persepsi bunyi dan irama.

3.      Layanan bina bicara
Layanan bina bicara merupakan layanan upaya untuk meningkatkan kemampuan anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat dimengerti atau diinterpretasikan oleh orang yang mengajak atau diajak bicara.
Latihan bina bicara bertujuan antara lain agar anak tuna rungu memiliki dasar ucapan yang benar sehingga dapat dimengerti orang lain, memberi keyakinan pada anak tuna rungu bahwa bunyi atau suara yang yang diproduksi melalui organ bicaranya harus mempunyai makna, membedakan ucapan yang satu dengan ucapan yang lainnya, serta memfungsikan organ-organ bicaranya yang kaku.

4.      Layanan bina persepsi bunyi dan irama
Layanan bina persepsi bunyi dan irama merupakan layanan untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa pendengaran atau merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa pendengaran.

2 komentar: