Kota Cilegon adalah
sebuah kota di provinsi Banten, Indonesia. Cilegon berada di ujung barat laut
pulau jawa, di tepi Selat Sunda. Kota cilegon dikenal sebagai kota industry. Sebutan
lain bagi kota cilegon adalah kota baja mengingat kota ini merupakan penghasil
baja terbesar di Asia Tenggara karena sekitar 6 juta ton baja dihasilkan setiap
tahunnya di kawasan industry Krakatau Steel, Cilegon.
Kota Cilegon dikenal
sebagai kota baja, ini setelah berdirinya PT Krakatau Steel (KS) sebagai sebuah
perusahaan baja internasional sejak (1970). Namun, sebelumnya daerah di ujung
barat Provinsi Banten ini lebih dikenal sebagai daerah rawa, nama Cilegon
sendiri berasal dari kata “CI” yang berasal dari kata “CAI” yang artinya air.
Dan “LEGON” atau "MELEGON"
yang berarti LENGKUNGAN (H.M.A. Tihami). CILEGON bisa diartikan sebagai
kubangan air atau rawa-rawa.
Hal ini sesuai dengan
banyaknya nama tempat di Cilegon yang menggunakan nama KUBANG. Seperti: Kubang
Sepat, Kubang Lele, Kubang Welut, Kubang Welingi, Kubang Lampit, Kubang
Lampung, Kubang Menyawak, Kubang Bale, Kubang Lesung, Kubang Lumbra, Kubang
Kutu, Kubang Saron, Kubang Wates, Kubang Sari, dan yang lainnya.
Pernahkah kita
mengetahui bahwasanya di daerah cilegon ini pernah berdiri sebuah kerajaan yang
sangat makmur. (mengutip dari sebuah buku Harian Banten, Jejak sejaran di tanah
Banten). “sebuah literature dari kerajaan china dan literature dari kerajaan
india mengatakan bahwa sebelum terjadinya letusan maha dahsyat gunung Krakatau
purba yang hingga pada akhirnya memisahkan sebuah daratan antara pulau jawa
dengan pulau sematera pernah berdiri sebuah kerajaan yang sangat makmur bernama
LIGION yang dipimpin oleh seorang raja yang bijak dimana kemakmuran dan
kedamaian dirasakan oleh masyarakatnya hingga sampai terjadinya letusan maha
dahsyat yang akhirnya mengubur kerajaan tersebut”. Namun didalam buku tersebut
tidak diberi keterangan waktunya.
Selain itu ada juga
sejarah tentang penjajahan pada zaman daulu di kota cilegon. Peristiwa
perlawanan yang mengesankan pada awal abad 19 adalah peristiwa Geger Cilegon, yang terjadi pada
tanggal 9 Juli 1888. Peristiwa
tersebut dipimpin oleh para alim ulama. Diantaranya adalah : Haji Abdul karim, Haji Tubagus
Ismail, Haji Marjuki, dan Haji
Wasid. Sepulangnya Haji Abdul Karim dari Makkah, beliau banyak mengajarkan tarekat di kampungnya,
Lempuyang. Selain itu beliau juga menanamkan
nasionalisme kepada para pemuda untuk melawan para penjajah yang kafir.
Sementara itu KH. Wasid
yang pernah belajar pada Syekh Nawawi Al Bantani
mengajarkan ilmunya di pesantrenya di Beji-Bojonegara. Bersama teman seperjuangannya yakni :
Haji Abdurrahman, Haji Akib,Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qashir
dan Haji Ismail, mereka
menyebarkan pokok-pokok ajaran Islam ke masyarakat. Pada saat itu Banten sedang dihadapi bencana
besar. Setelah meletusnya Gunung Karakatau
pada tahun 1883 yang merenggut 20.000 jiwa lebih, disusul dengan berjangkitnya wabah penyakit
hewan (1885) pada saat itu masyarakat
banyak yang percaya pada tahayul dan perdukunan. Di desa Lebak Kelapa terdapat satu pohon besar
yang sangat dipercaya oleh masyarakat
memiliki keramat. Berkali-kali H. Wasid memperingati masyarakat. Namun bagi masyarakat yang
tidak mengerti agama, fatwanya itu
tidak diindahkan. H. Wasid tidak dapat membiarkan kemusrikan berada didepan matanya. Bersama beberapa
muridnya, beliau menebang pohon
besar tersebut. Kejadian inilah yang menyebabkan beliau dibawa ke pengadilan (18 Nopember 1887), beliau
didenda 7,50 gulden.
Hukuman tersebut menyinggung rasa keagamaan dan
harga diri murid-murid dan para
pendukungnya. Selain itu, penyebab terjadinya peristiwa berdarah, Geger Cilegon adalah
dihancurkannya menara langgar di desa Jombang
Wetan atas perintah Asisten Residen Goebel. Goebel menganggap menara tersebut mengganggu ketenangan
masyarakat, karena kerasnya suara.
Selain itu Goebel juga melarang Shalawat, Tarhim dan Adzan dilakukan dengan suara yang keras.
Kelakuan kompeni yang keterlaluan membuat
rakyat melakukan pemberontakan. Pada
tanggal 7 Juli 1888, diadakan pertemuan di rumahnya Haji Akhia di Jombang Wetan. Pertemuan tersebut
untuk mematangkan rencana pemberontakan.
Pada pertemuan tersebut hadir beberapa ulama dari berbagai
daerah. Diantaranya adalah : Haji Said (Jaha), Haji Sapiudin (Leuwibeureum), Haji Madani (Ciora),
Haji Halim (Cibeber), Haji
Mahmud (Terate Udik), Haji Iskak (Saneja), Haji Muhammad Arsad (Penghulu Kepala di Serang) dan Haji Tb
Kusen (Penghulu Cilegon).
Pada hari Senin tanggal
9 Juli 1888 diadakan serangan umum. Dengan memekikan
Takbir para ulama dan murid-muridnya menyerbu beberapa tempat yang ada di Cilegon. Pada
peristiwa tersebut Henri Francois Dumas
– juru tulis Kantor Asisten residen – dibunuh oleh Haji Tubagus Ismail. Demikian pula Raden
Purwadiningrat, Johan Hendrik Hubert Gubbels,
Mas Kramadireja dan Ulrich Bachet, mereka adalah orang-orang yang tidak disenangi oleh
masyarakat.Cilegon dapat dikuasi oleh para pejuang
“Geger Cilegon”. Tak lama kemudian datang 40 orang serdadu kompeni yang dipimpin oleh Bartlemy.
Terjadi pertempuran hebat antara para
pejuang dengan serdadu kompeni. hingga akhirnya pemberontakan tersebut dapat dipatahkan. Haji Wasid
dihukum gantung. Sedangkan yang lainnya
dihukum buang. Diantaranya adalah Haji Abdurrahman dan Haji Akib dibuang ke Banda. Haji Haris ke
Bukittinggi Haji Arsyad thawil ke
Gorontalo, Haji Arsyad Qashir ke Buton, Haji Ismail ke flores, selainnya dibuang ke Tondano, Ternate,
Kupang, Manado, Ambon dan lain-lain. (Semua pemimpin yang dibuang berjumlah 94
orang).
Walaupun pemberontakkan
itu dapat dimentahkan oleh Belanda, namun yang
terpenting bahwa saat
itu membuktikan bahwa “RAKYAT BANTEN ANTI PENJAJAHAN”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar