Jumat, 16 Desember 2016

Asal Usul kota Cilegon

Kota Cilegon adalah sebuah kota di provinsi Banten, Indonesia. Cilegon berada di ujung barat laut pulau jawa, di tepi Selat Sunda. Kota cilegon dikenal sebagai kota industry. Sebutan lain bagi kota cilegon adalah kota baja mengingat kota ini merupakan penghasil baja terbesar di Asia Tenggara karena sekitar 6 juta ton baja dihasilkan setiap tahunnya di kawasan industry Krakatau Steel, Cilegon. 
Kota Cilegon dikenal sebagai kota baja, ini setelah berdirinya PT Krakatau Steel (KS) sebagai sebuah perusahaan baja internasional sejak (1970). Namun, sebelumnya daerah di ujung barat Provinsi Banten ini lebih dikenal sebagai daerah rawa, nama Cilegon sendiri berasal dari kata “CI” yang berasal dari kata “CAI” yang artinya air. Dan “LEGON”  atau "MELEGON" yang berarti LENGKUNGAN (H.M.A. Tihami). CILEGON bisa diartikan sebagai kubangan air atau rawa-rawa.
Hal ini sesuai dengan banyaknya nama tempat di Cilegon yang menggunakan nama KUBANG. Seperti: Kubang Sepat, Kubang Lele, Kubang Welut, Kubang Welingi, Kubang Lampit, Kubang Lampung, Kubang Menyawak, Kubang Bale, Kubang Lesung, Kubang Lumbra, Kubang Kutu, Kubang Saron, Kubang Wates, Kubang Sari, dan yang lainnya.
Pernahkah kita mengetahui bahwasanya di daerah cilegon ini pernah berdiri sebuah kerajaan yang sangat makmur. (mengutip dari sebuah buku Harian Banten, Jejak sejaran di tanah Banten). “sebuah literature dari kerajaan china dan literature dari kerajaan india mengatakan bahwa sebelum terjadinya letusan maha dahsyat gunung Krakatau purba yang hingga pada akhirnya memisahkan sebuah daratan antara pulau jawa dengan pulau sematera pernah berdiri sebuah kerajaan yang sangat makmur bernama LIGION yang dipimpin oleh seorang raja yang bijak dimana kemakmuran dan kedamaian dirasakan oleh masyarakatnya hingga sampai terjadinya letusan maha dahsyat yang akhirnya mengubur kerajaan tersebut”. Namun didalam buku tersebut tidak diberi keterangan waktunya.
Selain itu ada juga sejarah tentang penjajahan pada zaman daulu di kota cilegon. Peristiwa perlawanan yang mengesankan pada awal abad 19 adalah peristiwa Geger Cilegon, yang terjadi pada tanggal 9 Juli 1888. Peristiwa tersebut dipimpin oleh para alim ulama. Diantaranya adalah : Haji Abdul karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Marjuki, dan Haji Wasid. Sepulangnya Haji Abdul Karim dari Makkah, beliau banyak mengajarkan tarekat di kampungnya, Lempuyang. Selain itu beliau juga menanamkan nasionalisme kepada para pemuda untuk melawan para penjajah yang kafir.
Sementara itu KH. Wasid yang pernah belajar pada Syekh Nawawi Al Bantani mengajarkan ilmunya di pesantrenya di Beji-Bojonegara. Bersama teman seperjuangannya yakni : Haji Abdurrahman, Haji Akib,Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qashir dan Haji Ismail, mereka menyebarkan pokok-pokok ajaran Islam ke masyarakat. Pada saat itu Banten sedang dihadapi bencana besar. Setelah meletusnya Gunung Karakatau pada tahun 1883 yang merenggut 20.000 jiwa lebih, disusul dengan berjangkitnya wabah penyakit hewan (1885) pada saat itu masyarakat banyak yang percaya pada tahayul dan perdukunan. Di desa Lebak Kelapa terdapat satu pohon besar yang sangat dipercaya oleh masyarakat memiliki keramat. Berkali-kali H. Wasid memperingati masyarakat. Namun bagi masyarakat yang tidak mengerti agama, fatwanya itu tidak diindahkan. H. Wasid tidak dapat membiarkan kemusrikan berada didepan matanya. Bersama beberapa muridnya, beliau menebang pohon besar tersebut. Kejadian inilah yang menyebabkan beliau dibawa ke pengadilan (18 Nopember 1887), beliau didenda 7,50 gulden.
Hukuman tersebut menyinggung rasa keagamaan dan harga diri murid-murid dan para pendukungnya. Selain itu, penyebab terjadinya peristiwa berdarah, Geger Cilegon adalah dihancurkannya menara langgar di desa Jombang Wetan atas perintah Asisten Residen Goebel. Goebel menganggap menara tersebut mengganggu ketenangan masyarakat, karena kerasnya suara. Selain itu Goebel juga melarang Shalawat, Tarhim dan Adzan dilakukan dengan suara yang keras. Kelakuan kompeni yang keterlaluan membuat rakyat melakukan pemberontakan. Pada tanggal 7 Juli 1888, diadakan pertemuan di rumahnya Haji Akhia di Jombang Wetan. Pertemuan tersebut untuk mematangkan rencana pemberontakan. Pada pertemuan tersebut hadir beberapa ulama dari berbagai daerah. Diantaranya adalah : Haji Said (Jaha), Haji Sapiudin (Leuwibeureum), Haji Madani (Ciora), Haji Halim (Cibeber), Haji Mahmud (Terate Udik), Haji Iskak (Saneja), Haji Muhammad Arsad (Penghulu Kepala di Serang) dan Haji Tb Kusen (Penghulu Cilegon).
Pada hari Senin tanggal 9 Juli 1888 diadakan serangan umum. Dengan memekikan Takbir para ulama dan murid-muridnya menyerbu beberapa tempat yang ada di Cilegon. Pada peristiwa tersebut Henri Francois Dumas – juru tulis Kantor Asisten residen – dibunuh oleh Haji Tubagus Ismail. Demikian pula Raden Purwadiningrat, Johan Hendrik Hubert Gubbels, Mas Kramadireja dan Ulrich Bachet, mereka adalah orang-orang yang tidak disenangi oleh masyarakat.Cilegon dapat dikuasi oleh para pejuang “Geger Cilegon”. Tak lama kemudian datang 40 orang serdadu kompeni yang dipimpin oleh Bartlemy. Terjadi pertempuran hebat antara para pejuang dengan serdadu kompeni. hingga akhirnya pemberontakan tersebut dapat dipatahkan. Haji Wasid dihukum gantung. Sedangkan yang lainnya dihukum buang. Diantaranya adalah Haji Abdurrahman dan Haji Akib dibuang ke Banda. Haji Haris ke Bukittinggi Haji Arsyad thawil ke Gorontalo, Haji Arsyad Qashir ke Buton, Haji Ismail ke flores, selainnya dibuang ke Tondano, Ternate, Kupang, Manado, Ambon dan lain-lain. (Semua pemimpin yang dibuang berjumlah 94 orang).
Walaupun pemberontakkan itu dapat dimentahkan oleh Belanda, namun yang terpenting bahwa saat itu membuktikan bahwa “RAKYAT BANTEN ANTI PENJAJAHAN”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar