Sabtu, 31 Desember 2016

Pemahaman dan Pelaksanaan Nilai

Dalam kenyataan hidup ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai,
yaitu kesadaran dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai.
Idealnya keduanya harus sinkron. Artinya untuk dapat melakukan apa yang semestinya
harus dilakukan, terlebih dahulu orang harus mengetahui, menyadari, dan memahami
nilai-nilai. Dan apabila nilai sudah dipahami semestinya dilakukan. Tetapi
kenyataannya tidak selalu demikian. Dalam praktek kehidupan sehari-hari banyak orang
memahami nilai bahkan mungkin mengetahui banyak hal, juga memiliki wawasan
keilmuan yang cukup luas, tetapi ternyata kurang atau tidak susila. Jadi, tidak secara
otomatis orang yang telah memahami nilai pasti melaksanakannya. Kejadian seperti itu
sangat wajar, karena memahami adalah kemampuan penalaran (kognitif), sedangkan
bersedia melaksanakan adalah sikap (kemampuan afektif), yang masing-masing
memiliki kondisi yang bereda. Antara keduanya terdapat jarak yang perlu dijembatani.
Dari memahami perlu meyakini, untuk berikutnya menuju ke penginternalisasian
(penyaturagaan) nilai-nilai kemudiam kemauan atau kesediaan untuk melaksanakan
nilai-nilai, baru sampai kepada melakukannya.
 
Jangankan antara memahami dan meaksanakan yang rentangannya begitu jauh,
antara niat (kesediaan untuk melaksanakan) dengan perbuatan (melaksanakan) yang
rentangnya begitu dekat saja masih sering terjadi kesenjangan. Sering niat baik sudah
menggebu-gebu tetapi tidak sampai berkelanjutan pada perbuatan. Lazimnya penilaian
masyarakat terhadap kualitas kesusilaan seseorang tertuju kepada apa yang dibuatnya
dan tidak semata-mata pada apa yang diniatkannya, sehingga niat buruk yang belum
terlakukan (jika diketahui) sering masih dimaafkan.
Berdasarkan uraian tersebut maka pendidikan kesusilaan meliputi rentangan yang
luas penggarapannya, mulai dari ranah kognitif yaitu dari mengetahui sampai kepada
menginternalisasi nilai sam;pai kepada ranah afektif dari meyakini, meniati sampai
kepada siap sedia untuk melakukan. Meskipun demikian, tekanannya seharusnya
diletakkan pada ranah afektif. Konsekuensinya adalah sering memakan waktu panjang
dalam pemrosesannya, berkesinambungan, dan memerlukan kesabaran serta ketekukan
dari pihgak pendidik. Di muka telah disinggung dan hak. Adanya pertimbangan yang
selaras antara melaksanakan kewajiban dengan tuntutan terhadap hak (to give and to
take) di dalam kehidupan menggambarkan kesusilaan yang sehat. Di dalam dunia
pendidikan yang intinya adaah pelayanan, berlaku hukum “saya akan memberikan lebih
daripada yang saya terima”. 
 
Implikasi pedagogisnya ialah bahwa pendidikan kesusilaan berarti menanamkan
kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban di samping menerima hak pada peserta
didik. Pada masyarakat kita, pemahaman terhadap hak (secara objektif rasional) masih
perlu ditanamkan tanpa mengabaikan kesadaran dan kesediaan melaksanakan
kewajiban. Hal ini penting, sebab kepincangan antara keduanya bagaimanapun juga
akan mengganggu suasana hidup yang sehat.
 
 
Sumber: http://dokumen.tips/documents/dimensi-kesusilaan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar