Minggu, 11 Desember 2016

Perubahan Kurikulum Di Indonesia



Secara faktual, kurikulum yang berlaku di Indonesia sejak merdeka sampai saat ini telah mengalami beberapa perubahan. Konsep perubahan itu selalu dilatari oleh situasi dan kondisi Negara yang berubah. Indonesia sejak merdeka masih memperbaiki sistem pemerintahannya sebagai Negara yang berdaulat, berkembang, dan ingin maju. Setara dengan Negara-negara maju lainnya di dunia. Salah satu proses untuk mencapai cita-cita yang luhur itu dibutuhkan kesadaran tenaga pendidik dan kependidikan untuk selalu berpikir inovatif. Pendidik diharapkan terbuka menerima dan melaksanakan perubahan kurikulum sesuai arah dan tujuan pendidikan nasional.
Indonesia sejak merdeka sampai masa Kabinet Indonesia Hebat dibawah kepemimpinan Joko Widodo, sudah mengalami beberapa perubahan kurikulum. Perubahan pertama terjadi pada tahun 1947 yang disebut dengan “kurikulum Rencana Pelajaran”. Orientasi perkembangan desain kurikulum bersifat politis, yaitu ingin mengubah model pendidikan zaman belanda menjadi pendidikan yang berpihak pada kepentingan kedaulatan Negara. Tujuannya untuk memperkuat Pancasila sebagai dasar Negara. Proses pengajaran dilakukan lebih menekankan pada pembentukan karakter untuk hidup merdeka dan berdaulat. Materi pelajaran dirancang sesuai situasi kehidupan sehari-hari. Pendidikan kesenian dan jasmani sangat diutamakan sebagai upaya untuk menanamkan faham kebangsaan. Kurikulum 1947 resmi dilaksanakan di sekolah-sekolah pada tahun 1950, walaupun isinya masih sederhana.
Perubahan kedua pada tahun 1952 yang diikenal dengan “kurikulum Rencana Pelajaran Terurai”. Pemberlakuan kurikulum ini mulai diperkuat dengan aturan, yaitu kementerian pendidikan pengajaran dan kebudayaan menerbitkan buku pedoman kurikulum sekolah dasar dengan merinci materi setiap mata pelajaran. Bahasa Indonesia dirinci menjadi bercakap-cakap, membaca, dan mengarang. Berhitung dirinci menjadi berhitung angka, ilmu bangun, dan mencongkak. Kemudian ada mata pelajaran ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi, dan sejarah. Mata pelajaran bahasa Indonesia diberikan di kelas 3, sedangkan di kelas 1 dan 2 peserta didik diarahkan mempelajari bahasa daerah.
Perubahan ketiga pada tahun 1964 yang disebut dengan kurikulum 1964. Kurikulum ini lahir dari respon dan tuntunan kebutuhan yang menghendaki agar rakyat Indonesia mendapat pengetahuan akademik. Konsep kurikulum 1964 menekankan pada pengembangan pancawardhana, yaitu mengembangkan kemampuan daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral. Mata pelajaran dibentuk dalam lima kelompok bidang studi, yaitu mata pelajaran moral, kecerdasan, artistik, keterampilan dan jasmaniah. Pengajarannya menekankan pada pengetahuan dan penetapan secara praktis. Implikasi pengembangan kurikulum 1964 memperkuat moral generasi bangsa untuk lebih mencintai tanah air, bangsa dan negaranya sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
Perubahan keempat pada tahun 1968 yang disebut kurikulum 1968. Kurikulum ini lahir dengan dilator belakangi oleh adanya perubahan sistem politik dari pemerintahan orde lama kepada pemerintahan orde baru. Kurikulum 1968 berorientasi pada pembentukan manusia yang pancasila sejati; pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen; pembentukan manusia yang sehat jasmani dan kuat; meningkatkan kecerdasan dan keterampilan; memperkuat keyakinan beragama, memperkuat moral, dan membina budi pekerti yang mulia.
Perubahan kelima pada tahun 1975 dan 1976 yang disebut dengan kurikulum 1975 dan 1976. Kurikulum 1975 perubahan pada SD, SMP dan SMA, sedangkan kurikulum 1976 untuk sekolah kejuruan, yaitu SPG, STM, SMEA, sekolah pertanian pembangunan, dan sejenisnya. Pengembangan kurikulum 1975 dan 1976 berorientasi pada tujuan instruksional; menggunakan pendekatan integratif; menekankan pada efisiensi dan efektivitas kedayagunaan waktu; dan memperkuat latihan. Sistem penyajian materi menggunakan pendekatan Prosedur Pembangunan Sistem Instruksional (PPSI). Pada kurikulum 1975 dan 1976 ini guru-guru mulai diarahkan untuk membuat Satuan Pelajaran (satpel) pada setiap pertemuan sebelum mengajar. Satuan pelajaran itu disusun dengan mengacu pada Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang tercantum dalam kurikulum. Satuan pelajaran berfungsi untuk menjadi panduan guru dalam melaksanakan pengajaran.
Perubahan keenam pada tahun 1984 yang disebut dengan kurikulum 1984. Kurikulum 1984 adalah kurikulum hasil perbaikan atau revisi dari kurikulum 1975 dan 1976. Ciri-ciri yang membedakan dengan kurikulum 1975 dan 1976 adalah penerapan kurikulum 1984 berpusat pada anak didik dengan  pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA); materi atau behan pelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan spiritual; materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan dan kematangan siswa; dan menggunakan pendekatan proses.
Perubahan ketujuh pada tahun 1994 yang disebut dengan kurikulum 1994. Kurikulum 1994 lahir untuk memperkuat regulasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perubahan itu berdampak pada pembagian waktu pelajaran dari sitem semester menjadi Sistem Caturwulan. Ciri-ciri yang tampak menjadi kebaruan kurikulum 1994 adalah menggunakan Sistem Caturwulan; materi pelajaran cukup padat sehingga dikenal dengan berorientasi materi; bersifat populis artinya berlaku untuk semua di Indonesia; langkah-langkah kegiatan pembelajaran disusun dengan strategi melibatkan peserta didik untuk aktif belajar; menggunakan istilah konsep/pokok bahasan/tema sebagai acuan dalam menjabarkan materi pelajaran; dan melakukan pembelajaran ulangan pada materi yang dinilai belum tuntas dipelajari peserta didik. Banyaknya beban belajar siswa dinilai terlalu berat dari muatan nasional sampai muatan local. Misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. akhirnya menjadi Kurikulum Super Padat.
Perubahan kedelapan pada tahun 2004 yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini lahir dilator belakangi oleh adanya perubahan system pemerintahan daerah dari sistem pemerintahan secara terpusat (sentralistik) kearah pemerintahan otonomi daerah (desentralistik) sebagai konsekuensi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kurikulum 2004 konsepnya dirancang tahun 2002, kemudian dilakukan uji coba dengan menitikberatkan pada pencapaian kompetensi peserta didik. Setelah dilakukan uji coba selama satu tahun, pemerintah melakukan evaluasi dengan meminta masukan dari para ahli, praktisi pendidikan, konsultan, dan para tokoh pendidikan dari semua daerah kesatuan Republik Indonesia. Hasil evaluasi melahirkan adanya penyempurnaan isi dan nama dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini dibakukan dengan diikuti oleh tiga peraturan menteri pendidikan nasional, yaitu (1) Permendinas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, (2) Permendinan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kelulusan, dan (3) Permendinas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kelulusan. Lahirnya tiga permendinas diatas seklaigus membakukan pelaksanaan KTSP sebagai kurikulum yang resmi digunakan di sekolah/madrasah.
Perubahan kesembilan pada tahun 2006 yang disebut Kurikulum 2006 atau lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diberlakukan sebagai upaya mengimplementasikan regulasi adanya peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Ciri KTSP sebagai pembeda dengan kurikulum 1994 adalah kurikulum disusun du tingkat satuan pendidikan dengan mengacu pada standar isi dan standar kelulusan pendidikan nasional; proses menekankan pada ketercapaian kompetensi peserta didik, baik secara individual maupun secara klasikal; berorientasi pada hasil belajar; menggunakan pendekatan dan metode bervariasi; guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar, tetapi menggunakan multi sumber yang memenuhi unsur edukasi; dan menekankan pada penilaian berbasis kelas.
Perubahan kesepuluh pada tahun 2013 yang disebut dengan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini adalah pembaharuan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan dengan berorientasi pada penguatan pendidikan sikap dan karakter peserta didik. Hal ini sesuai dengan program pemerintah ingin membangun manusia yang berkarakter dengan upaya menjawab tantangan era dunia global. Salah satu bentuk tindakan yang akan dikembangkan adalah memperkuat proses pelaksanaan pendidikan dengan berbasis sikap dan karakter (dikenal dengan pendidikan karakter). Pemerintah melakukan pembaharuan kurikulum pendidikan dengan kurikulum baru yang disebut dengan kurikulum 2013, pada prinsipnya ada tiga hal penting yang diperbaharui dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan menjadi kurikulum 2013. Ketiga hal yang dimaksud adalah perencanaan pembelajaran mencakup silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran serta penilaian hasil belajar.
Perubahan kesebelas pada tahun 2015 yang disebut dengan kurikulum 2015 ini ternnyata masih dalam tahap penyempurnaan dari kurikulum 2013. Namun ujian nasional yang digelar pada tahun 2015 ternyata menggunakan kurikulum 2006 yaitu KTSP. Pada tahun 2016, Kurikulum 2013 pun diberlakukan kembali menjadi Kurikulum Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar