Sabtu, 31 Desember 2016

Dimensi Kesusilaan

Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi.
Akan tetapi, di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang
pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan
terselubung. Karena itu maka pengertian susila berkembang sehingga memiliki
perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua
macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (persoalan kepantasan dan
kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kedua hal tersebut biasanya dikaitkan
dengan persoalan hak dan kewajiban seperti telah disinggung pada A.2 d. orang yang
berbuat jahat berarti melanggar hak orang lain dan dikatakan tidak beretika atau tidak
bermoral. Sedangkan tidak sopan diartikan sebagai tidak beretiket. Jika etika dilanggar
ada orang lain yang merasa dirugikan, sedangkan pelanggaran etiket hanya
mengakibatkan ketidaksengajaan orang lain.
Sehubungan dengan hal tersebut ada dua pendapat, yaitu :
a. Golongan yang menganggap bahwa kesusilaan mencakup kedua-duanya. Etiket
tidak usah dibedakan dari etika karena sama-sama dibutuhkan dalam kehidupan.
Kedua-duanya bertalian erat.
b. Golongan yang memandang bahwa etika perlu dibedakan dari etika, karena masing-
masing mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu sejalan. Orang yang sopan
belum tentu baik, dalam arti tidak merugikan orang lain. Sebaliknya orang yang
baik belum tentu halus dalam hal kesopanan. Kesopanan menjadi minyak pelincir
dalam pergaulan hidup, sedang etika merupakan isinya. Kesopanan dan kebaikan
masing-masing diperlukan demi keberhasilan hidup dalam bermasyarakat.
Di dalam uraian ini kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket. Persoalan
kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya
sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila. Drijakara mengartikan manusia
susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-
nilai tersebut dalam perbuatan. (Drijarkara, 1978 : 36-39). Nilai-nilai merupakan
sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan,
keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sheingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman
dalam hidup. Dilihat asalnya dari mana nilai-nilai itu diproduk dibedakan atas tiga
macam, yaitu : nilai otonom yang bersifat individual (kebaikan menurut pendapat
seseorang), nilai heteronom yang bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok), dan
nilai keagamaan yaitu nilai yang berasal dari Tuhan. Meskipun nilai otonom dan
heteronom itu diperlukan, karena orang atau masyarakat hidup lekat dengan lingkungan
tertentu yang memiliki sikon berbeda-beda, namun keduanya harus bertumpu pada nilai
theonom. Yang terakhir ini merupakan sumber dari segenap nilai yang lain. Tuhan
adalah alpha dan omega (pemula dan tujuan akhir). 
 
Sumber: http://dokumen.tips/documents/dimensi-kesusilaan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar